MAKALAH DASAR KOMUNIIASI
“PENYULUHAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA”
Disusun oleh:
1. Ambar Nety Rahayu (B1003003)
2. Deviana Vinasih (B1003008)
3. Evi Mustaviah (B1003013)
4. Feronika (B1003018)
5. Iga Tri Maharani (B1003023)
6. Isnaini Candrawati (B1003028)
DIREKTORAT PERGURUAN TINGGI
PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK BANJARNEGARA
TAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur telah penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. karena berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dasar-dasar kesehatan lingkungan ini.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah dasar-dasar kesehatan lingkungan dan dengan harapan pembaca dapat lebih mengerti, memahami tentang pembuangan limbah.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih dalam ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan senantiasa penulis harapkan dalam upaya penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca dalam kegiatan belajar mengajar.
Wassalamualaikum Wr. Wb
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Chikungunya merupakan penyakit menular yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti. Penyakit yang pertama kali ditemukan di Afrika Barat ini berlaku pada tahun 1952 hingga 1953. Sejurus kemudian, epidemik berlaku di Filiphina(1954, 1956, dan 1968), Thailand, Kamboja,Vietnam, India, Myanmar, Sri Lanka, dan mulai ditemukan di Indonesia pada tahun 1973. Namun sekarang telah tersebar luas di Afrika daerah sebelah selatan Sahara, Asia Selatan, danAsia Tenggara. Masih banyak anggapan di kalangan masyarakat, bahwa demam Chikungunya sebagai penyakityang berbahaya, sehingga membuat panik. Tidak jarang pula orang meyakini bahwa penyakit inidapat mengakibatkan kelumpuhan sehingga penderita tidak mampu bergerak (break-bonefever). Karena itu, penyakit Chikungunya sering disebut sebagai ³flu tulang´.
Demam Chikungunya di Indonesia dilaporkan pertama kali di Samarinda,kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta, selanjutanyaberkembang ke wilayah-wilayah lain. Jumlah kasus chikungunya tahun 2001 sampai bulanFebruari 2003 mencapai 9318 tanpa kematian. Sejak tahun 2003, terdapat beberapa wabah yang berlaku di kepulauan Pasifik termasuk Madagaskar, Comoros, Mauritius dan La Reunion, dengan jumlah meningkat terlihat selepasbencana tsunami pada Desember 2004.
Penyakit ini perlu mendapatkan perhatian yang serius. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat untuk mengurangi kejadian luar biasa akibat kasus chikungunya.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui mengenai penyakit chikungunya.
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit chikungunya.
3. Untuk mengetahui morfologi penyakit chikungunya
4. Untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit chikungunya.
5. Untuk mengetahui diagnosa penyakit chikungunya.
6. Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan penyakit chikungunya.
C. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit chikungunya?
2. Apa penyebab penyakit chikungunya?
3. Bagaimana morfologi penyakit chikungunya?
4. Bagaimana gejala dan tanda dari penyakit chikungunya?
5. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit chikungunya?
6. Bagaimana cara pengobatan dan pencegahan penyakit chikungunya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian penyakit Chikungunya
Chikungunya adalah penyakit mirip demam dengue yang disebabkan oleh virus Chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti dan aedes africanus. Chikungunya dalam bahasa Swahili berarti kejang urat. Istilah lain penyakit ini adalah Dengue, dyienga, abu rokap, dan demam tiga 3 hari. Penyakit ini ditandai dengan demam, mialgia atau artralgia, ruam kulit, leukopenia dan limfadenopati. Karena vektornya nyamuk, chikungunya tergolong artropod-borne desease, yaitu penyakit yang disebarkan oleh artropoda.
Chikungunya tersebar di daerah tropis dan sub tropis yang berpenduduk padat seperti Afrika, India, dan Asia Tenggara. Di Afrika, virus ini dilaporkan menyerang di Zimbabwe, Kongo, Angola, Kenya dan Uganda. Negara selanjutnya yang terserang adalah Thailand pada tahun 1958, Kamboja, Vietnam, Srilangka dan India pada tahun 1964. Pada tahun 1973Chikungunya dilaporkan menyerang di Filipina dan Indonesia.
Lokasi penyeberan penyakit ini tidak berbeda jauh dengan DBD karena vektor utamanya sama yaitu nyamuk aedes aegypti. Di daerah endemis DBD sangat mungkin juga terjadi endemis chikungunya.
Virus Chikungunya adalah virus yang termasuk adalam genus virus alfa dari famili Togafiridae. Virus ini berbentik sferis dengan ukuran diameter sekitar 42 nm. Virus ini bersama dengan virus O’nyong-nyong dari genus virus alfa dan virus penyebab penyakit ‘Demam Nil Barat’ dari genus virus flavi menyebabkan gejala penyakit mirip dengue.
Sebelum menyerang manusia, 200 sampai 300 tahun yang lalu, virus ini telah menyerang primata di hutan dan padang savana di Afrika. Hewan primata yang sering terjangkit adalah baboon (papio, sp) dan cercopithecus, sp. Meskipun belum ada penjelasan tentang perubahan siklus serangan dari hewan primata→nyamuk→hewan primata menjadi manusia→nyamuk→manusia, karena tidak semua virus hewan dapat mengalami perubahan tersebut, kemungkinan hal ini terjadi karena mutasi genetik pada virus.
B. Penyebab penyakit Chikungunya
Chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya yaitu virus yang termasuk dalam genus virus alfa dari famili Togafiridae. Virus ini berbentuk sferis dengan ukuran diameter sekitar 42 nm. Penyakit ini ditularkan oleh vektor utamanya yaitu nyamuk Aedes Aegypti oleh karena itu di daerah endemis DBD sangat mungkin terjadi endemis Chikungunya.
C. Penularan
Seperti DBD, chikungunya endemic di daerah yang banyak di temukan kasus kasus DBD. Kasus DBD pada wanita dan anak lebih tinggi dengan alas an karena mereka lebih banyak berada di rumah pada siang hari saat nyamuk menggigit. KLB chikungunya bersifat mendadak dengan jumlah penderita relatif banyak. Selain manusia, virus chikungunya juga dapat menyerang tikus, kelinci, monyet, baboon, dan sinpanse.
D. Morfologi penyakit Chikungunya
Virus chikungunya termasuk kelompok virus RNA yang mempunyai selubung, merupakan salahsatu anggota grup A dari arbovirus, yaitu alphavirus dari famili Togaviridae. Dengan mikroskopelektron, virus ini menunjukkan gambaran virion yang sferis yang kasar atau berbentuk poligonal dengan diameter 40-45 nm (nanometer) dengan intibidiameter 25-30 nm. Masa inkubasi dari demam Chikungunya berlaku di antara satu hingga tujuh hari, biasanya berlaku dalam waktu dua hingga empat hari. Manifestasi penyakit berlangsung tiga sampai sepuluh hari.
E. Gejala dan tanda dari penyakit Chikungunya
Gejala penyakit chikungunya ini hampir mirip dengan gejala penyakit DBD. Perbedaan yang khas dari gejalanya yaitu pada penyakit Chikungunya akan terasa ngilu pada persendiannya. Gejala-gejala Chikungunya yaitu:
1. Demam
Biasanya demam tinggi, timbul mendadak disertai menggigil dan muka kemerahan. Demam penyakit ini ditandai dengan demam tinggi mencapai 39-40 derajat C.
2. Sakit persendian
Nyeri sendi merupakan keluhan yang sering muncul sebelum timbul demam dan dapatbermanifestasi berat, sehingga kadang penderita ³merasa lumpuh´ sebelum berobat. Sendi yangsering sering dikeluhkan: sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang
3. Nyeri otot
Nyeri bisa pada seluruh otot atau pada otot bagian kepala dan daerah bahu. Kadang terjadipembengkakan pada otot sekitar mata kaki.
4. Bercak kemerahan (ruam) pada kulit
Bercak kemerahan ini terjadi pada hari pertama demam, tetapi lebih sering pada hari ke 4-5demam. Lokasi biasanya di daerah muka, badan, tangan, dan kaki, terutama badan dan lengan.Kadang ditemukan perdarahan pada gusi
5. Sakit kepala
Sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui, conjungtival injection dan sedikit fotophobia.
6. Kejang dan penurunan kesadaran
Kejang biasanya pada anak karena panas yang terlalu tinggi, jadi bukan secara langsung oleh penyakitnya.
7. Pembesaran kelenjar getah bening
Gejala lain yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher dan kolaps pembuluh darah kapiler.
Berbeda halnya dengan gejala yang timbul pada anak-anak. Nyeri sendi tidak terlalu nyata dan berlangsung singkat. Ruam juga lebih jarang terjadi tetapi pada bayi dan anak kecil dapat muncul:
1. Kemerahan pada wajah dan munculnya ruam kemerahan dalam bentuk papel-papel(maculopapular) atau erupsi seperti biduran (urtikaria).
2. Rasa linu di persendian tangan dan kaki serta pergelangan lutut.
3. Demam tinggi disertai muntah-muntah, menggigil, sakit kepala, sakit perut, serta bintik merah pada kulit seperti penderita demam berdarah.
4. Mimisan bisa terjadi pada pasien anak-anak.
Pada umumnya pada anak hanya berlangsung selama 3 hari.Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat,renjatan (shock) maupun kematian. Pada virus DBD akan ada produksi racun yang menyerangpembuluh darah dan menyebabkan kematian. Sedangkan pada virus penyebab chikungunya akan memproduksi virus yang menyerang tulang.
F. Diagnosa penyakit Chikungunya
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan laboratorium, yaitu adanya antibodi lgM dan igG dalam darah. Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji hambatanaglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA. Tetapi pemeriksaan serologis inihanya bermanfaant digunakan untuk kepentingan epidemiologis dan penelitian, tidak bermanfaatuntuk kepentingan praktis klinis sehari-hari.
Demam Chikungunya dikenal sebagai flu tulang (break-bone fever) dengan gejala mirip dengandemam dengue, tetapi lebih ringan dan jarang menimbulkan demam berdarah. Artralgia,pembuluh darah konjungtiva tampak nyata, dengan demam mendadak yang hanya berlangsung2-4 hari. Pemeriksaan serum penderita untuk uji netralisasi menunjukkan adanya antiboditerhadap virus Chikungunya.
G. Cara Pengobatan Chikungunya
Tidak ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya. Pengobatan terhadap penderitaditujukan terhadap keluhan dan gejala yang timbul.
Perjalanan penyakit ini umumnya cukupbaik, karena bersifat ³self limited disease´, yaitu akan sembuh sendiri dalam waktu tertentu.Tetapi apabila kecurigaan penyakit adalah termasuk campak atau demam berdarah dengue, makaperlu kesiapsiagaan tatalaksana yang berbeda, penderita perlu segera dirujuk apabila terdapattanda-tanda bahaya.
Bagi penderita sangat dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutamaprotein dapat meningkatkan daya tahan tubuh, serta minum air putih sebanyak mungkin untuk menghilangkan gejala demam. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar (sebaiknya minumjus buah segar). Vitamin peningkat daya tahan tubuh juga bermanfaat untuk untuk menghadapipenyakit ini, karena daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa membuat rasa ngilupada persendian cepat hilang
Belum ditemukan imunisasi yang berguna sebagai tindakan preventif. Namun pada penderitayang telah terinfeksi timbul imunitas / kekebalan terhadap penyakit ini dalam jangka panjang. Pengobatan yang diberikan umumnya untuk menghilangkan atau meringankan gejala klinis yangada saja (symptomatic therapy), seperti pemberian obat panas, obat mual/muntah, maupunanalgetik untuk menghilangkan nyeri sendi.Contoh:Penurunan panas atau penghilang nyeri adalah obat non steroid anti inflamasi (NSAI), pilih salah satu contoh dibawah ini:
1. Parasetamol, antalgin
2. Natrium diklofenat
3. Piroxicam atau ibuprofen.
H. Cara Pencegahan penyakit Chikungunya
Satu-satunya cara mencegah penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya,termasuk memusnahkan sarang pembiakan larva untuk menghentikan rantai hidup danpenularannya. Cara sederhana yang sering dilakukan masyarakat misalnya:
1. Menguras bak mandi, paling tidak seminggu sekali. Mengingat nyamuk tersebut berkembangbiak dari telur sampai dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.
2. Menutup tempat penyimpanan air
3. Mengubur sampah
4. Menaburkan larvasida.
5. Memelihara ikan pemakan jentik
6. Pengasapan
7. Pemakaian anti nyamuk
8. Pemasangan kawat kasa di rumah.
Selain itu, nyamuk juga menyenangi tempat yang gelap, lembab, dan pengap. Pintu dan jendelarumah dibuka setiap hari mulai dari pagi hingga sore, agar udara segar dan sinar matahari dapatmasuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat.
Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation,sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan carapengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini dikarenakan nyamuk Aedesaegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga.
http://www.scribd.com/doc/48890548/Askep/diakses tanggal 5 Maret 2011
http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/31/chikungunya/diakses tanggal 5 Maret 2011
Senin, 07 Maret 2011
Filariasis, penyakit zoonis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan wilayah yang mempunyai iklim tropis. Di daerah iklim tropis, kemungkinan terjadinya penyakit filariasis atau kaki gajah lebih besar daripada didaerah yang beriklim sedang maupun dingin. Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasi yaitu penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin
Filariasis merupakan kelompok penyakit pada manusia maupun hewan yang disebabkan oleh infeksi parasit Nematoda, ordo filaridae yang biasa disebut filariae. Penyakit ini baru menimbulkan gejala setelah terpapar selama beberapa tahun, oleh sebab itu pada anak-anak jarang mengalami filariasis klinis yang bermakna.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit filariasis
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit filariasis
3. Untuk mengetahui morfologi penyakit filariasis
4. Untuk mengetahui gejala dari penyakit filariasis
5. Untuk mengetahui diagnosa penyakit filariasis
6. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit filariasis
BAB II
ISI
A. Pengertian Penyakit Filariasis
Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea. Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang menjadi tempat bersarangnya: filariasis limfatik, filariasis subkutan (bawah jaringan kulit), dan filariasis rongga serosa (serous cavity). Filariasis limfatik disebabkan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori[1]. bagian kelamin, tetapi W. bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat kelamin. Filariasis subkutan disebabkan oleh Loa loa (cacing mata Afrika), Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus, dan Dracunculus medinensis Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan di bawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. timori diketahui jarang menyerang (cacing guinea). Mereka menghuni lapisan lemak yang ada di bawah lapisan kulit. Jenis filariasis yang terakhir disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, yang menghuni rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap darah, atau, untuk Dracunculus, oleh kopepoda (Crustacea).
B. Morfologi Penyakit Filariasis
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan letak bagian luar tubuh suatu organisme hidup. Berikut ini adalah morfologi penyakit filariasis.
• Larva stadium 1 panjangnya kurang lebih 147 mikron, bentuknya seperti sosis, ekornya panjang dan lancip.
• Larva stadium 2 panjangnya kurang lebih 450 mikron, bentuknya lebih gemuk dan lebih panjang daripada bentuk stadium 1, ekornya pendek seperti kerucut.
• Larva stadium 3 panjangnya kurang lebih 1200 mikron, bentuknya langsing, pada ekornya terdapat 3 buah papil.
• Mikrofilaria panjangnya kurang lebih 250 mikron, besarung pucat (pewarnaan hematoxilin), lekuk badan halus, panjang ruang kepala sama dengan lebarnya, inti halus dan teratur, tidak ada inti tambahan.
• Cacing dewasa (mikrofilaria) halus seperti benang, warna putih kekuningan.
• Cacing jantan panjangnya kurang lebih 40 mm ekornya melingkar, mempunyai 2 spikula.
• Cacing betina panjangnya 65 - 100 mm, ekor lurus berujung tumpul.
C. Gejala Penyakit Filariasis
Gejala Filariais Akut dapat berupa:
• Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
• Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
• Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
• Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
• Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
D. Diagnosa penyakit filariasis
Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis darah, Sampai saat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity).
Selain itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai Penjaringan membran, Metode konsentrasi Knott dan Teknik pengendapan.
Metode pemeriksaan yang lebih mendekati kearah diagnosa dan diakui oleh pihak WHO adalah dengan jalan pemeriksaan sistem "Tes kartu", Hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan cara mengambil sample darah sistem tusukan jari droplets diwaktu kapanpun, tidak harus malam hari.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis antara lain sebagai berikut:
1. Diagnosis Immunologi dengan ELISA dan Immunochromatographic Test ( ICT ). Kedua teknik ini pada dasarnya menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik untuk mendeteksi anti gen filarial dalam sirkulasi. Hasil tes yang positif menunjukan adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah dan juga digunakan untuk monitor keefektifan terapi. Pada stadium opstruktif mikrofilaria sering tidak dijumpai dalam darah, tetapi ada didalam cairan hidrokel atau cairan chyluria.
2. Pemeriksaan urin dan mikroskopis: jika diduga filariasis limfatik, pemeriksaan urin secara makroskopis untuk chyluria kemudian dipusatkan untuk mikrofilaria.
3. CBC (Complete Blood Count): eosinofilia terjadi pada semua bentuk infeksi filariasis yang jelas.
4. Penilaian serum imunoglobulin: peningkatan serum Ige dan IgG4 dapat terlihat pada filariasis aktif.
E. Pengobatan, pencegahan dan rehabilitasi penyakit filariasis
1. Pengobatan
Penggunaan obat-obat anti filaria harus disesuaikan per individu. Penderita-penderita yang lebih tua dengan obstruksi limfatik kronis dan mereka yang tinggal pada daerah endemis tidak menunjukkan adanya manfaat dari pengobatan spesifik. Pengobatan filariasis harus spesifik dan sesuai dengan mikrofilaria yang terisolasi atau anti gen dalam darah yang terdeteksi.
Diethylcarbamazine (DEC) merupakan obat pilihan baik untuk pengobatan perorangan atau masal. DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan juga cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Pengobatan perorangan ditujukan untuk menghancurkan parasit dan mengeliminasi, mengurangi, atau mencagah kesakitan.
DEC merupakan derivat piperazine. Immobilisasi mikrofilaria terjadi dengan menurunkan aktivitas otot akibat efek hiperpolarisasi, namun mekanisme yang tepat belum diketahui. Perubahan permukaan membran dan peningkatan destruksi oleh didtem imun hospes juga terjadi. Bisa juga meningkatkan adhesi granulosit via mekanisme antibodi-dependent dan antibodi-independent. Diduga pula, DEC juga mengganggu proses intrasel mikrifilaria dan transpor makromolekul spesifik.
Dosis dewasa: 6 mg / kg / hari dalam dosis terbagi, setelah makan, selama > 12 hari, sering dalam 3 minggu. Dosis rendah ( kurang lebih 2-3 mg / kg / hari ) biasanya dianjurkan untuk 3 hari pertama pengobatan untuk menurunkan resiko efek samping. Pada anak usia < 2 tahun tidak diberikan, tapi untuk usia lebih dari 2 tahun, dosis sama dengan orang dewasa. Kontra indikasi bila terjadi reaksi hipersensitivitas. Individu yang lebih muda dengan limfangitis akut harus diberikan DEC 50 mg pada hari I, 2 x 50 mg pada hari II, 3 x 50 mg pada hari 3 dan 10 mg / kg BB pada hari ke 4-21. Pada pengobatan masal, pemberian DEC dosis standar tidak dianjurkan mengingat efek samping yang dapat ditimbulkan. Untuk itu DEC diberikan dengan dosis rendah dengan jangka waktu pemberian lebih lama untuk mencapai dosis total yang sama. Jika terjadi demam, nyeri kepala atau pembengkakan sendi maka pengobatan harus dihentikan dan diberikan kortikosteroid. Ivermectin (Mectizan, 22, 23- dihidroavermectin) merupakan derivat macrocyclic lactone dari Avermectin yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Dosis dewasa adalah 150-200 µg / kg p.o.,dosis tunggal, diberikan kurang lebih 2-3 bulan sekali. Pada anak dengan usia < 5 tahun atau berat badan < 15 kg tidak dianjurkan sedangkan anak usia 5 tahun atau berat badan > 15 kg, dosis pemberian seperti dosis dewasa. Kontraindikasi untuk penderita dengan hipersensitivitas dan penyakit berat lain yang terjadi bersamaan, ibu hamil dan menyusui. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan daripada DEC.
2. Pencegahan
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.
Filariasis hanya dapat tersebar melalui vektor yang terinfeksi larva infektif. Pencegahan untuk mengurangi kontak antara manusia dan vektor serta menurunkan jumlah infeksi dengan mengadakan pencegahan pada hospes (manusia).
3. Rehabilitasi
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah yang telah kami buat dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya yaitu:
1. Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea.
2. Penyakit kaki gajah (filariasis) ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis darah.
3. lariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor)
4. Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang.
B. Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2010.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan wilayah yang mempunyai iklim tropis. Di daerah iklim tropis, kemungkinan terjadinya penyakit filariasis atau kaki gajah lebih besar daripada didaerah yang beriklim sedang maupun dingin. Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasi yaitu penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin
Filariasis merupakan kelompok penyakit pada manusia maupun hewan yang disebabkan oleh infeksi parasit Nematoda, ordo filaridae yang biasa disebut filariae. Penyakit ini baru menimbulkan gejala setelah terpapar selama beberapa tahun, oleh sebab itu pada anak-anak jarang mengalami filariasis klinis yang bermakna.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit filariasis
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit filariasis
3. Untuk mengetahui morfologi penyakit filariasis
4. Untuk mengetahui gejala dari penyakit filariasis
5. Untuk mengetahui diagnosa penyakit filariasis
6. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit filariasis
BAB II
ISI
A. Pengertian Penyakit Filariasis
Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea. Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang menjadi tempat bersarangnya: filariasis limfatik, filariasis subkutan (bawah jaringan kulit), dan filariasis rongga serosa (serous cavity). Filariasis limfatik disebabkan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori[1]. bagian kelamin, tetapi W. bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat kelamin. Filariasis subkutan disebabkan oleh Loa loa (cacing mata Afrika), Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus, dan Dracunculus medinensis Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan di bawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. timori diketahui jarang menyerang (cacing guinea). Mereka menghuni lapisan lemak yang ada di bawah lapisan kulit. Jenis filariasis yang terakhir disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, yang menghuni rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap darah, atau, untuk Dracunculus, oleh kopepoda (Crustacea).
B. Morfologi Penyakit Filariasis
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan letak bagian luar tubuh suatu organisme hidup. Berikut ini adalah morfologi penyakit filariasis.
• Larva stadium 1 panjangnya kurang lebih 147 mikron, bentuknya seperti sosis, ekornya panjang dan lancip.
• Larva stadium 2 panjangnya kurang lebih 450 mikron, bentuknya lebih gemuk dan lebih panjang daripada bentuk stadium 1, ekornya pendek seperti kerucut.
• Larva stadium 3 panjangnya kurang lebih 1200 mikron, bentuknya langsing, pada ekornya terdapat 3 buah papil.
• Mikrofilaria panjangnya kurang lebih 250 mikron, besarung pucat (pewarnaan hematoxilin), lekuk badan halus, panjang ruang kepala sama dengan lebarnya, inti halus dan teratur, tidak ada inti tambahan.
• Cacing dewasa (mikrofilaria) halus seperti benang, warna putih kekuningan.
• Cacing jantan panjangnya kurang lebih 40 mm ekornya melingkar, mempunyai 2 spikula.
• Cacing betina panjangnya 65 - 100 mm, ekor lurus berujung tumpul.
C. Gejala Penyakit Filariasis
Gejala Filariais Akut dapat berupa:
• Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
• Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
• Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
• Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
• Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
D. Diagnosa penyakit filariasis
Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis darah, Sampai saat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity).
Selain itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai Penjaringan membran, Metode konsentrasi Knott dan Teknik pengendapan.
Metode pemeriksaan yang lebih mendekati kearah diagnosa dan diakui oleh pihak WHO adalah dengan jalan pemeriksaan sistem "Tes kartu", Hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan cara mengambil sample darah sistem tusukan jari droplets diwaktu kapanpun, tidak harus malam hari.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis antara lain sebagai berikut:
1. Diagnosis Immunologi dengan ELISA dan Immunochromatographic Test ( ICT ). Kedua teknik ini pada dasarnya menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik untuk mendeteksi anti gen filarial dalam sirkulasi. Hasil tes yang positif menunjukan adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah dan juga digunakan untuk monitor keefektifan terapi. Pada stadium opstruktif mikrofilaria sering tidak dijumpai dalam darah, tetapi ada didalam cairan hidrokel atau cairan chyluria.
2. Pemeriksaan urin dan mikroskopis: jika diduga filariasis limfatik, pemeriksaan urin secara makroskopis untuk chyluria kemudian dipusatkan untuk mikrofilaria.
3. CBC (Complete Blood Count): eosinofilia terjadi pada semua bentuk infeksi filariasis yang jelas.
4. Penilaian serum imunoglobulin: peningkatan serum Ige dan IgG4 dapat terlihat pada filariasis aktif.
E. Pengobatan, pencegahan dan rehabilitasi penyakit filariasis
1. Pengobatan
Penggunaan obat-obat anti filaria harus disesuaikan per individu. Penderita-penderita yang lebih tua dengan obstruksi limfatik kronis dan mereka yang tinggal pada daerah endemis tidak menunjukkan adanya manfaat dari pengobatan spesifik. Pengobatan filariasis harus spesifik dan sesuai dengan mikrofilaria yang terisolasi atau anti gen dalam darah yang terdeteksi.
Diethylcarbamazine (DEC) merupakan obat pilihan baik untuk pengobatan perorangan atau masal. DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan juga cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Pengobatan perorangan ditujukan untuk menghancurkan parasit dan mengeliminasi, mengurangi, atau mencagah kesakitan.
DEC merupakan derivat piperazine. Immobilisasi mikrofilaria terjadi dengan menurunkan aktivitas otot akibat efek hiperpolarisasi, namun mekanisme yang tepat belum diketahui. Perubahan permukaan membran dan peningkatan destruksi oleh didtem imun hospes juga terjadi. Bisa juga meningkatkan adhesi granulosit via mekanisme antibodi-dependent dan antibodi-independent. Diduga pula, DEC juga mengganggu proses intrasel mikrifilaria dan transpor makromolekul spesifik.
Dosis dewasa: 6 mg / kg / hari dalam dosis terbagi, setelah makan, selama > 12 hari, sering dalam 3 minggu. Dosis rendah ( kurang lebih 2-3 mg / kg / hari ) biasanya dianjurkan untuk 3 hari pertama pengobatan untuk menurunkan resiko efek samping. Pada anak usia < 2 tahun tidak diberikan, tapi untuk usia lebih dari 2 tahun, dosis sama dengan orang dewasa. Kontra indikasi bila terjadi reaksi hipersensitivitas. Individu yang lebih muda dengan limfangitis akut harus diberikan DEC 50 mg pada hari I, 2 x 50 mg pada hari II, 3 x 50 mg pada hari 3 dan 10 mg / kg BB pada hari ke 4-21. Pada pengobatan masal, pemberian DEC dosis standar tidak dianjurkan mengingat efek samping yang dapat ditimbulkan. Untuk itu DEC diberikan dengan dosis rendah dengan jangka waktu pemberian lebih lama untuk mencapai dosis total yang sama. Jika terjadi demam, nyeri kepala atau pembengkakan sendi maka pengobatan harus dihentikan dan diberikan kortikosteroid. Ivermectin (Mectizan, 22, 23- dihidroavermectin) merupakan derivat macrocyclic lactone dari Avermectin yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Dosis dewasa adalah 150-200 µg / kg p.o.,dosis tunggal, diberikan kurang lebih 2-3 bulan sekali. Pada anak dengan usia < 5 tahun atau berat badan < 15 kg tidak dianjurkan sedangkan anak usia 5 tahun atau berat badan > 15 kg, dosis pemberian seperti dosis dewasa. Kontraindikasi untuk penderita dengan hipersensitivitas dan penyakit berat lain yang terjadi bersamaan, ibu hamil dan menyusui. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan daripada DEC.
2. Pencegahan
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.
Filariasis hanya dapat tersebar melalui vektor yang terinfeksi larva infektif. Pencegahan untuk mengurangi kontak antara manusia dan vektor serta menurunkan jumlah infeksi dengan mengadakan pencegahan pada hospes (manusia).
3. Rehabilitasi
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah yang telah kami buat dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya yaitu:
1. Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea.
2. Penyakit kaki gajah (filariasis) ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis darah.
3. lariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor)
4. Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang.
B. Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2010.
Langganan:
Postingan (Atom)