MAKALAH MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
“EVALUASI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PELAYANAN KESEHATAN”
Disusun Oleh:
1. Ike Bhara WS (B1003025)
2. Imam Agung F (B1003026)
3. Irma Setyani (B1003027)
4. Isnaini Candrawati (B1003028)
5. Joni Wandono ATP (B1003029)
6. Karomat (B1003030)
DIREKTORAT PERGURUAN TINGGI
PROGRAM STUDI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK BANJARNEGARA
TAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah Manajemen Pelayanan Kesehatan ini dengan baik tepat pada waktunya.
Karena terbatasnya kemampuan diri penulis, bantuan dari banyak pihak telah mendukung terselesaaikannya makalah Evaluasi dan Pengambilan Keputusan Pelayanan Kesehatan ini maka dari itu tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada orang tua, dosen pembimbing, dan teman-teman yang bersangkutan.
Penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini sangat jauh sekali dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran senantiasa penulis nantikan untuk pembuatan makalah selanjutnya yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Banjarnegara, april 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
C. Rumusan Masalah 1
BAB II. PEMBAHASAN
A. Evaluasi Pelayanan Kesehatan 3
1. Pengertian Evaluasi 3
2. Ruang Lingkup Evaluasi 5
3. Langkah-Langkah Evaluasi Program 6
4. Mengevaluasi Pencapaian. 7
5. Mengevaluasi Kemajuan Pekerjaan 9
6. Menilai Kinerja Staff 10
7. Mengevaluasi Penggunaan Sumber Daya 10
8. Audit Manajemen 11
B. Pengambilan Keputusan Pelayanan Kesehatan 11
1. Pengertian Pengambilan Keputusan Pelayanan Kesehatan 11
2. Jenis-Jenis Keputusan 12
3. Kepastian, Risiko dan Ambiguitas. 13
4. Model Pengambilan Keputusan 13
5. Langkah-langkah Pengambilan Keputusan 15
6. Penentuan alternatif terbaik dan kriteria evaluasi alternatif. 17
BAB III. PENUTUP 19
A. Kesimpulan 19
B. Saran 19
DAFTARPUSTAKA 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Seiring dengan terjadinya perubahan politik makro akibat pelaksanaan desentralisasi kesehatan sebagai konsekuensi otonomi daerah, kini kewenangan, posisi dan peran dinas kesehatan kabupaten/kota mengalami perubahan.
Pada prinsipnya, dengan dilaksanakannya kebijakan desentralisasi, kewenangan dan peran yang tadinya dipegang oleh pemerintah pusat kini telah dialihkan kepada pemerintah daerah. Mengacu kepada konsep cara pandang organisasi sebagai makhluk hidup , maka agar suatu organisasi tetap hidup dan terus berkembang maka organisasi tersebut harus selalu beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut cara pandang ini pula, jika suatu organisasi gagal melakukan adaptasi dengan lingkungannya maka dipastikan organisasi tersebut akan sekarat atau bahkan mati. Demikian pula untuk organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dalam situasi lingkungan makro yang penuh perubahan tersebut maka dinas kesehatan kabupaten/kota harus segera melakukan adaptasi dengan lingkungan yang baru.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan evaluasi
2. Untuk mengetahui ruang lingkup evaluasi
3. Untuk mengetahui langkah-langkah pembuatan evaluasi
4. Untuk mengetahui pengertian pelayanan kesehatan
5. Untuk mengetahui pengertian keputusan dan pengambilan keputusan pelayanan kesehatan
6. Untuk mengetahui jenis-jenis keputusan
7. Untuk mengetahui langkah-langkah pengambilan keputusan
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan mengetahui apa yang dimaksud dengan evaluasi?
2. Apa saja ruang lingkup evaluasi?
3. Apa aja langkah-langkah pembuatan evaluasi?
4. Apa yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan?
5. Apa yang dimaksud dengan keputusan dan pengambilan keputusan pelayanan kesehatan?
6. Apa saja jenis-jenis keputusan?
7. Apa saja langkah-langkah pengambilan keputusan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Evaluasi Pelayanan Kesehatan
1. Pengertian Evaluasi
Evaluasi dalam kegiatan kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting. Mengevaluasi secara sederhan berarti menguji/memperkirakan nilai dari. Istilah ini sering dipakai tidak tepat dengan arti “memeriksa” atau “mengukur” atau “menilai”. Namun evaluasi bergantung pada pemeriksaan atau pengukuran atau penilaian, yang harus dilakukan untuk mendapatkan informasi sehingga evaluasi dapat terlaksana. Secara umum, istilah evaluasi dipakai untuk keseluruhan proses pemeriksaan atau pengukuran dan penilaian akhir dari nilai.
Istilah “penilaian” (assesment) kadang-kadang dipakai sebagai sinonim untuk evaluasi. Dalam konteks ini, istilah tersebut sering kali dipergunakan dalam hubungannnya dengan pengamatan kinerja para siswa sewaktu mereka memperlihatkan ketrampilan atau kemampuan klinisnya dalam melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan atau para pekerja kesehatan sewaktu mereka menangani tugas perawatan kesehatan. Penilaian kinerja staf merupakan bagian yang penting dari evaluasi progam kesehatan, dan merupakan cara langsung untuk mengukur mutu perawatan kesehatan.
Pengertian evaluasi pelayanan kesehatan menurut WHO adalah cara belajar yang sistematis dari pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan program melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan. Menurut The American Public Asociation Evaluasi pelayanan kesehatan adalah proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan pelaksanaan program dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut The International Clearing House evaluasi adalah proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, kemudian diambil kesimpulan dan penyusunan saran-saran pada tiap tahap pelaksanaan program.
Tujuan manajemen dan sifat keputusan-keputusan manajemen yang berkaitan dengan evaluasi adalah keputusan yang berhubungan dengan tim kesehatan, yaitu:
1. Efektifitas atau pencapaian hasil, yang harus dievaluasi yaitu:
• Apakah hasilnya sesuai dengan yang diharapkan?
• Apakah hasilnya bernilai?
Jika jawaban dari kedua pertanyaan itu “Iya” maka keputusan yang paling mungkin adalah meneruskan rencana. Tetapi jika kedua jawaban itu adalah “Tidak”, keputusan berikutnya biasanya adalah mengubah tujuan atau atau kegiatan atau keduanya.
2. Kinerja kegiatan, yang harus dievaluasi yaitu:
• Apakah hasil yang dicapai telah sebaik-baiknya?
• Bila tidak, mengapa?
Bila hasil yang telah dicapai adalah hasil yang sebaik-baiknya, keputusan tidak akan diubah. Namun, bila hasil kurang dari yang diharapkan semula, keputusannya adalah mengubah rancangan kegiatan atau penggunaan staf atau sumber daya lain.
3. Efisiensi atau penggunaan sumber daya secara ekonomis, yang harus ditanyakan yaitu:
• Dapatkah hasil yang sama dicapai dengan biaya yang lebih sedikit?
• Bila iya, dengan mengganti sumber daya yang mana dari yang telah digunakan?
Bila hasil dapat dicapai dengan biaya yang lebih murah, maka keputusan berikutnya adalah menggunakan sumber daya dengan lebih hemat. Jenis keputusan “control” seperti ini dapat diambil, misalnya dalam mempersiapkan anggaran kerja tahunan.
Evaluasi dapat dilakukan pada waktu yang berbeda dan dengan cara yang berlainan, tetapi tetap mengikuti beberapa prinsip umum. Pendekatan umum dalam evaluasi adalah sebagai berikut:
a. Pengukuran atas pencapaian yang diamati.
b. Perbandingan dengan norna, standar atau hasil yang didinginkan.
c. Penilaian sampai sejauh mana nilai dapat dipenuhi.
d. Analisis penyebab kegagalan.
e. Keputusan (umpan balik)
2. Ruang Lingkup Evaluasi
Ruang Lingkup evaluasi ada bermacam-macam. Menurut para ahli seperti Deniston ruang lingkup evaluasi ada 3 yaitu:
a. Kelayakan program (kesesuaian hasil dengan sikon)
b. Kecukupan program (hasil dibandingkan dengan tujuan)
c. Efektivitas program (hasil dapat menyelesaikan masalah), efisiensi (hasil dengan penggunaan sumber daya)
Menurut George James, ruang lingkup evaluasi program ada 4 yaitu:
a. Upaya program (berbasis pada masalah)
b. Penampilan program (bandingkan rencana)
c. Ketepatan penampilan program (dibandingkan dengan tujuan)
d. Efisiensi program (penggunaan sumber daya)
Menurut Milton R Roemer, ruang lingkup evaluasi ada 6 yaitu:
a. Status kesehatan yang dihasilkan
b. Kwalitas pelayanan
c. Kwantitas pelayanan
d. Sikap masyarakat terhadap program
e. Sumber daya
f. Biaya.
Menurut Blum, ada 6 ruang lingkup yaitu:
a. Pelaksanaan program
b. Pemenuhan kriteria
c. Efektivitas program (keberhasilan dengan tujuan dan kemampuan mengatasi masalah)
d. Efisiensi program (dikaitkan dengan pengguanaan)
e. Keabsahan hasil
f. Sistem yang digunakan.
3. Langkah-Langkah Evaluasi Program
Seperti halnya ruang lingkup evaluasi, langkah-langkah evaluasi juga bermacam-macam dan berebeda beda menurut para ahli. Menurut Mac Mohan yaitu
a. Menentukan macam dan ruang lingkup penilaian
b. Pemahaman program yang akan dinilai
c. Pelaksanaan penilaian
d. Penarikan kesimpulan
Menurut Audi Knutson langkah-langkah evaluasi yaitu:
a. Pemahaman terhadap program
b. Penegmbangan rencana penilaian
c. Pelaksanaan penilaian
d. Penarikan kesimpulan
Menurut Lavey and Loombo yaitu:
a. Menentukan tujuan evaluasi
b. Merumuskan tujuan evaluasi
c. Pengembangan model, rencana dan program evaluasi
d. Pelaksanaan evaluasi
e. Penggambaran tingkat keberhasilan
f. Menyusun saran
Menurut WHO yaitu:
a. Penetuan hal yang akan dievaluasi
b. Mengumpulkan informasi/keterangan
c. Pemeriksaan informasi dengan tujuan penilaian
d. Penilaian kecukupan informasi
e. Menetapkan kemajuan program
f. Menetapkan efektifitas program
g. Menetapkan efisiensi program
h. Menetapkan dampak
i. Menarik kesimpulan dan penyusunan saran
4. Mengevaluasi Pencapaian.
Mengevaluasi efektivitas sutau program adalah menentukan nilai dari hasil yang dicapai oleh tim kesehtan. Evalusai memerlukan diadakannya pengukuran sejauh mana masyarakat mendapatkan pelayanan yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan mereka, dan menilai berapa besar keuntungan yang mereka dapat dari pelayanan ini. Informasi yang dikumpulkan dipakai untuk memperbaiki kuantitas, kualitas, eksesibilitas, efisisensi, dan nilai sebaigainya, dari pelayanan. Dua pertanyaan yang harus diajukan yaitu:
• Apakah hasil yang didapat merupakan hasil yang diharapkan?
• Apakah hasil-hasil itu beararti/bernilai?
Pendekatan umum dalam evaluasi (dalam hal ini, untuk efektifitas) terdiri dari kelima langlah berikut ini:
a. Menentukan aspek apa dari program yang akan dievaluasi dan bagaimana cara pengukuran efektifitas.
Pada prinsipnya, sebuah rencana harus memerinci bagaimana cara setiap program atau kegiatan yang ada didalamnya akan dievaluasi dan hal-hal apa yang akan dianggap sebagai bukti pencapaian tujuan.. Misalnya bila rencana berisi sasaran insidensi suatu penyakit maka harus dicantumkan juga pencapaian sasaran yang akan diukur seperti insidensi tahunan penyakit tersebut dalam tiap jumlah polpulasi yang dibandingkan; angka penurunan insidensi dari satu tahun ke tahun berikutnya; penyebaran kasusu baru disetiap wilayah. Dengan demikian variabel tersebut merupakan ukuran langsung atas efektifitas program.
Apabila sewaktu perencanaan target sementara tidak ditetapkan, mereka yang bertanggungjawab memantau dan mengevaluasi harus memutuskan pada permulaan program informasi apa yang harus dikumpulkan untuk mementau dan mengevaluasi program. Idealnya, informasi dasar ( misalnya, insidensi tahunan dan penyebaran tetanus sebelum target ditetapkan) harus didapatkan dahulu. Namun, informasi ini mungkin harus dikumpulkan atau dikonfirmasi pada awal program, dan bila perlu target diubah sesuai kebutuhan, bila tidak, akan sulit ditentukan dengan pasti apakah insidensi memang menurun atau apakah penurunan insidensi itu disebabkan oleh program yang berjalan.
b. Mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk memberikan bukti.
Pada evaluasi, informasi yang dibutuhkan untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan harus selalu tersedia sepanjang periode waktu yang direncanakan. Dengan demikian, sesuai dengan tujuan dalam contoh ini, setiapkasus tetanus neonatarum harus dilaporkan kepada kelompok pemantau dan pengevaluasi, dan harus dibuat pengaturan tertentu agar informasi dapat diperoleh secara teratur dalam jangka waktu tertentu (misalnya sekali seminggu atau dalam tanggal tertentu setiap bulan).
Harus ada seseorang (misalnya petugas kesehatan sukarela) di tiap desa yang bertanggungjawab mencatat dan melaporkan informasi tersebut, dan seorang anggota staff pusat kesehatan (misalnya bidan perawat kesehatan masyarakat) yang bertanggungjawab mengumpulkan dan mengolah informasi pada setiap akhir jangka waktu tiga bulan.
c. Membandingkan hasil dengan target atau tujuan
Pada tiap titik pemantauan (misalnya setiap 3 bulan ata pada akhir tahun), informasi yang dikumpulkan harus dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan untuk periode atau waktu tertentu dan untuk tiap-tiap daerah. Informasi sebaiknya dipaparkan dalam sebuah label yang memperlihatkan data-data berdasarkan tahun (atau jangka waktu lainnya yang telah ditetapkan) dan tempat (misalnya tap desa di wilayah). Anka yang terekam dalam table harus diubah menjadi angka perbaningan (persen atau perseribu) untuk memudahkan pembandingan, kecuali bila target itu sendiri dinyatakan dalam angka bukan perbandingan.
d. Menentukan apakah dan sejauh mana target dan tujuan telah dicapai
Setelah dibuat pengukuran dan perbandingan, kelompok pengevaluasi harus memberikan penilain kepada masyarakat tentang apa yang telah dicapai. Dalam contoh yang dipakai disii hanya berupa apakah insidensi tahunan dan total tetanus telah diturunkan sampai angka target yang ditentukan, dan apakah norma distribusi (misalnya tidak lebih dari satu kasus di tiap desa) telah tercapai. Dengan demikian, bila prinsip manajemen dengan pengecualian diterapkan, mungkin tidak ada lagi hal-hal yang perlu dibahas. Namun biasanya dianjurkan untuk mengadakan pertemuan dengan mereka yang merencanakan dan menjalankan pelayanan serta dengan anggota masyarakat yang berkepentingan untuk mendiskusikan hasil-hasilnya dan bagaiman hasil tersebut diperoleh, walaupun tujuan atau target telah tercapai. Misalnya, mungkin target dapat dicapai lebih cepat tanpa perlu usaha tambahan, atau untuk mencapai hasil yang lebih baik dengan usaha yang sama. Pengalaman yang didapat dari pencapaian target atau tujuan akan berharga untuk program lainnya.
Bila hasil yang didapat jauh berada di bawah yang diharapkan, penyebabnya harus dicari dianalisis. Analisis ini harus diadakan sebelum laporan tahunan dibuat, sehingga tindakan perbaikan dapat diajukan kepada tingkat yang lenih tinggi atau kepada pengawas. Diskusi harus melibatkan seorang anggota timkesehatan, seorang sukarelawan kesehatan dari desa atau daerah yang mengalami kegagalan, dan seorang wakil masyarakat yang berkepentingan.
e. Menentukan apakah program akan diteruskan tanpa perubahan, diubah, atau dihentikan.
Pada prinsisp manajemen dengan pengecualian, tidak ada keputusan baru yang perlu diambil bila target dan tujuan telah tercapai dengan memuaskan, selain melanjutkan kegiatan seperti sebelumnya. Tentu saja, tujuan dan target dapat ditetapkan terlalu rendah, dan hal ini harus dipikirkan bila target tersebut terbukti mudah dicapai. Namun, bila pencapaian tidak memuaskan, satu jenis keputusan, yang harus dibuat mungkin adalah dengan memyelidiki secara seksama penyebab kegagalan itu melalui penilaian, penaksiran kinerja staff, audit manajemen atau lainnya. Suatu jenis keputusan yang lain dapat berupa pemindahan staf atau sumber daya untuk memperkuat usaha ke tempat yang memerlukan. Keputusan-keputusan ini merupakan tugas pemimpin tim; keputusan harus diambil dengan tepat dan didiskusikan dengan semua yang berkepentingam untuk tidakan segera.
5. Mengevaluasi Kemajuan Pekerjaan
Kemajuan pekerjaan dievaluasi untuk mengukur tingkat efisiensi tim kesehatan, yaitu untuk mengetahui apakah setelah menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan untuk mencapai target (kuantitas), apakah mutu pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan dan apakah pekerjaan diselesaikan tepat waktu, dan apakah terjadi pemborosan anggaran atau tidak. Evaluasi efisiensi meliputi 5 langkah serupa seperti:
a. Memutuskan aspek-aspek apa dari program yang akan dipakain untuk mengevaluasi efisiensi, dan bagaimana cara mengukur atau menilai efisiensi
b. Mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk mengukur pencapaian
c. Membandingkan hasil dengan norma dan standar
d. Menetukan nilai kerja yang telah dicapai
e. Menetukan apa yang akan dilakukan selanjutnya.
6. Menilai Kinerja Staff
Perlu diingat bahwa tujuan utama evaluasi adalah belajar dari pengalaman, sehingga program dapat diperbaiki. Kinerja staff dinilai agar para staff dapat belajar dari pengalaman dan oleh karenanya dapat meningkatkan atau mempertahankan kinerjanya yang baik.
Satu tujuan khusus dari penilaian kinmerja staff adalah agar dapat diambil keputusan-keputusan mengenai kebutuhan belajar staff. Proses penilaian juga melibatkan lima langkah berikut ini:
a. Menetukan aspek kinerja apa yang akan dinilai
b. Mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk menilai kinerja
c. Membandingkan hasil-hasil dsengan norma yang relevan
d. Menilai derajat pencapaian norma
e. Menentukan langkah selanjutnya.
7. Mengevaluasi Penggunaan Sumber Daya
Konsep dan metode pemantauan dan pengawasan telah diperkenalkan sebagai perangkat manajemen untuk mengmbil keputusan sehari-hari tentang alokasi sumber daya. Evaluasi berbeda dengan pemantauan karena ia menekankan bagaimana pemakaian sumber daya sehubungan dengan hasil yang dicapai selama jangka waktu tertentu. Lima langkah yang digunakan dalam hal ini adalah:
a. Mementukan aspek apa dari penggunaan sumber daya yang akan dievaluasi
b. Mengumpulkan informasi yang diperlukan
c. Membandingkan penggunaan sumber daya dengan norma dan standar
d. Menilai derajat pencapain norma
e. Menetukan sumber daya pada masa mendatang
8. Audit Manajemen
Audit manajemen adalah suatu metode untuk mengkaji ulang kegiatan manajemen, audit kini merupakansuatu daftar periksa yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan manajemen. Audit Manajemen dapat digunakan sebagai alat oleh pekerja kesehatan yang memiliki fungsi manajemen untuk memeriksa kegagalan atau keberhasilan mereka sendiri, atau dapat juga dipakai oleh pengawas untuk menilai efisiensi manajemen suatu organisasi. Prosesnya dapat sangat rumit, mencakup setiap aspek organisasi manajemen, atau sangat sederhana, menanyakan beberapa pertanyaan yang dibuat dengan seksama untuk mengungkapkan standar umum organisasi dan efisiensi.
B. Pengambilan Keputusan Pelayanan Kesehatan
1. Pengertian Pengambilan Keputusan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan dapat diartikan sebagai:
a. Penentuan serangkaian untuk mencapai tujuan tertentu
b. Pemilihan alternatif dengan menggunakan metode tertentu guna kepentingan organisasi dalam upaya memecahkan masalah manajerial
c. Kegiatan yang meliputi perumusan masalah, pembahasan alternatif, penilaian dan pemilihan alternatif bagi penyelesaian masalah.
Pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang penting karena apabila dapat mengambil keputusan dengan baik maka produktifitas, efisiensi kerja meningkat maka dengan demikian tujuan organisasi akan tercapai.
Keputusan (decision) adalah pilihan yang dibuat dari beberapa alternatif yang tersedia. Banyak orang berasumsi bahwa pembuatan pilihan adalah bagian terbesar dalam pengambilan keputusan, tetapi sebenarnya hanya merupakan salah satu bagiannya.
Pengambilan keputusan (decision making) adalah proses identifikasi masalah dan kesempatan dan kemudian memecahkannya. Pengambilan keputusan melibatkan usaha baik sebelum maupun sesudah pilihan aktual.
2. Jenis-Jenis Keputusan
Keputusan-keputusan manajemen biasanmya dibedakan menjadi dua kategori yaitu keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram.
a. Keputusan terprogam (programmed decision) melibatkan situasi yang cukup sering terjadi untuk memungkinkan aturan keputusan (decision rules) dapat dibangun dan diterapkan di masa depan. Keputusan terprogram dalam menanggapi masalah-masalah organisasi yang terjadi berulang-ulang. Keputusan untuk memesan ulang kertas dan alat-alat kantor lainnya ketika persediaan berkurang pada level tertentu merupakan keputusan terprogram. Keputusan terprogram lainnya berkenaan dengan tipe ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengisi pekerjaan tertentu titik pemesanan kembali bagi persediaan manufaktur laporan pengecualian (exception reporting). Bagi pengeluaran anggaran 10 % atau lebih, dan seleksi terhadap rute angkutan pengiriman produk. Ketika manajer memformulasikan aturan keputusan, para bawahan dan anggota lainnya dapat membuat keputusan, membebaskan manajer untuk menangani tugas yang lain.
b. Keputusan tidak terprogram (non programmed decision) dibuat dalam menanggapi situasi yang unik, tidak familiar, dan tidak terstruktur dengan jelas, dan menimbulkan banyak konsekwensi-konsekwensi penting bagi organisasi. Banyak keputusan tidak terprogram melibatkan perencanaan strategis, karena ketidakpastian begitu besar dan keputusan merupakan hal yang sangat kompleks. Keputusan untuk membangun pabrik baru, mengembangkan produk atau pelayanan baru, memasuki pasar geografis baru, atau merelokasi markas besar ke kota lain semuanya merupakan keputusan tidak terprogram. Ketika CEO baru AT dan T Michael Amstrong memutuskan untuk menjual dua unit bisnis yang tidak terkait dan membeli Teleport Communication, sebuah perusahaan telepon lokal, ia membuat keputusan tidak terprogram. Armstrong dan sejumlah manajer puncak harus menganalisasi masalah yang kompleks, mengevaluasi beberapa alternatif dan membuat pilihan mengenai cara bagaimana menghidupkan kembali perjuangan perusahaan. Keputusan yang diambil amstrong telah meningkatkan moril karyawan dan mengibarkan kembali harga saham AT&T.
3. Kepastian, Risiko dan Ambiguitas.
a. Kepastian (certainly) adalah informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan tersedia yang secara lengkap. Para manajer memiliki informasi mengenai kondisi operasi, biaya atau batasan-batasan sumber daya, dan masing-masing tindakan dan kemungkinan perolehan hasil.
b. Ketidakpastian (uncertainly) adalah berarti bahwa manajer mengetahui sasaran mana yang ingin diraih, tetapi informasi mengenai alternatif dan kejadian-kejadian di masa depan tidak lengkap. Manajer tidak memiliki informasi yang cukup jelas mengenai beberapa alternatif atau untuk mengestimasi resikonya.
c. Risiko (risk) adalah sebuah keputusan memiliki sasaran jelas dan didasarkan pada informasi yang baik, namun demikian konsekwensi-konsekwensi masa depan dari masing-masing alternatif keputusan tidak pasti. Walau demikian, informasi yang cukup memungkinkan estimasi peluan keberhasilan bagi masing-masing alternatif.
d. Ambiguitas, selama ini dianggap sebagai situasi keputusan tersulit yang harus dilakukan. Ambiguitas (ambiguity) memiliki arti bahwa sasaran-sasaran yang harus diraih atau masalah yang harus diselesaikan tidak jelas, altrernatif-alternatif sulit didefinisikan, dan informasi mengenai hasil yang diharapkan tidak tersedia. Ambiguitas adalah apa yang dirasakan murid-murid ketika para guru menciptakan kelompok-kelompok, berkata pada masing-masing kelompok untuk menyelesaikan proyek, tanpa memberikan topik, petunjuk, atau apapun arahan lainnya. Ambiguitas juga disebut segabagai masalah keputusan yang “hebat”. Para manajer mengalami waktu-waktu sulit dalam menyerap berbagai isu. Masalah-masalah besar berasosiasi dengan konflik manajer terhadap sasaran dan alternatif keputusan, kondisi lingkungan yang berubah dengan cepat, informasi yang membingungkan, dan hubungan yang tidak jelas antar elemen keputusan.
4. Model Pengambilan Keputusan
a. Model klasik(classical model)dalam pengambilan keputusan didasarkan pada asumsi ekonomis.Model ini telah muncul sejalan dengan literatur manajemen karena para manajer diharapkan dapat membuat keputusan yang bijaksana terutama apabila ditinjau dari sisi ekonomis sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Asumsi yang yang mendasari model ini adalh sebagai berikut :
Pengambil keputusan beroprasi untuk mencapai sasaran yang telah diketehui dan disetujui sebelumnya. Masamah-masalah diformulasikan dan didefinisikan secara tepat.
Pengambil keputusan berjuang keras menciptakan kepastian, mengumpulkan informasi secara lengkap. Seluruh alternatif hasil dan hasil potensial dikalkulasikan.
Mengetahui kriteria untuk mengevaluasi alterntif. Pengambil keputusan menyeleksi alternatif yang akan memaksimalkan pendapatan ekonomis bagi organisasi.
Pengambil keputusan adalah orang yang rasional dan menggunakan logika untuk menentukan nilai, menyusun preferensi,mengevaluasi alternatif, dan membuat keputusan yang dapat memaksimalkan pencapaian sasaran organisasional.
Model klasik sering dianggap normatif, artinya hal tersebut menjelaskan bagaaimana sebaiknya seorang pembuat keputusan membuat keputusan. Namun tidak menjelaskan bagaimana manajer pada kenyataanya membuat keputusan, hanya menyajikan petunjuk bagaimanameraih hasil yang ideal bagi organisasi. Nilai dari model klasik adalah kemampuannya untuk membantu pembuat keputusan menjadi lebih rasional.
b. Model administratif (administratif model) pengambilan keputusan mendeskripsikan tentang bagaimana para manajer membuat keputusan secara aktual pada situasi yang sulit, seperti yang telah dicirikan melalui keputusan tidak terprogram, ketisakpastian, dan ambiguitas. Banyak keputusan manajer tidak diprogram secukupnya agr memberikan diri mereka kemudahan hitungan. Para manajer tidak sanggup membuat keputusan rasional secara ekonomois bahkan pada saat mereka ingin melakukannya.
c. Model Politis sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan tidak terprogram ketika kondisi berada dalam ketidakpastian, informasi terbatas, dan sedikit persetujuan antar manajer. Mengenai sasaran apa yang harus diikuti atau tindakan apa yang harus dimbil. Sebagian besar keputusan organisasional melibatrkan sejumlah manajer yang mengejar sasaran-sasaran berbeda, dan mereka harus saling berbicara agar dapat berbagi informasi dan mencapai persetujuan. Para manajer kerap terikat dalam pembentukan koalisi untuk pengambilan keputusan organisasional yang kompleks. Koalisi (Coalition) adalah aliansi informal antara manajer-manajer yang mendukung satu tujuan spesifik. Model politis menyerupai lingkungan riil dimana kebanyakan manajer dan pembuat keputusaan beroprasi. Keputusan adalah hal yang sangat kompleks dan melibatkan sejumlah orang, informasi terkadang membingungkan, dan kjetidaksetujuan serta konflik antar masalah dan solusinya merupakan hal yang normal. Asumsi dasar model politi adalah:
a. Organisasi terdiri atas kelompok-kelompok dengan kepentingan yang beragam, sasaran, dan nilai-nilai. Manajer-manajer tidak setuju mengenai priorits masalah dan mungkin tidak memahami atau mengetahui minat dan sasaran manajer-manajer lain.
b. Informasi terkadang membingungkan dan tidak lengkap. Upaya untuk rasional dibatasi oleh kompleksitas berbagai masalah sebagaimana halnya batasan-batasan individu dan organisasional.
c. Manajer tidak memiliki wktu, sumber daya, atau pasitas mental untuk mengidentifikasi semua dimensi permsalahan dan pemrosesan seluruh informasi yang relevan.
d. Para manajer terikat dengan perdebatan tarik ulur untuk memutuskan sasaran dan mendiskusikan berbagai alternatif.
5. Langkah-langkah Pengambilan Keputusan
a. Pengakuan terhadap Persyaratan Keputusan
Kesadaran terhadap masalah atau kesempatan adalah langkah pertama dalam urutan keputusan dan membutuhkan pengamatan lingkungan internal dan eksternal bagi isu-isu yang membutuhkan perhatian eksekutif. Hal tersebut menyerupai konsep militer dalam pengumpulan inteligen. Para manajer memahami dunia sekitar mereka untuk mnentukan apakah organisasi mengalami kemajuan mencapai sasaran dengan memuaskan.
b. Diagnosis dan Analisis Penyebab
Ketika masalah dan kesempatan telah menarik perhatian manajer, pemahaman situasi harus diperjelas. Diagnosis (diagnosis) adalah salah satu langkah dalam proses pengambuilan keputusan, dimana manajer menganalisi faktor-faktor sebab-akibat yang mendasari dan berhungan dengan situasi pengambilan keputusan. Manajer membuat kesalahan dalam hal ini apabila mereka langsung meloncat menuju alternatif lain tanpa mengeksplorasi terlebih dahulu secara mendalam penyebab masalah.
c. Pengembangan Alternatif
Pada saat masalah atau kesempatan telah dapat dikenali dan dianalisis membuat keputusan mulai mempertimbangkan untuk melakukan tindakan yang diperlukan. Langkah berikutnya adalah menghasilkan alternatif solusi yang mungkin dapat menanggapi kebutuhan situasdi dan memperbaiki sebab-sebab yang mendasari.
Bagi keputusan terprogram, berbagai alternatif yang dapat dilaksanakan pada umunya, mudah diidentifikasi dalam penyerahan, telah tersedia dalam aturan dan prosedur organisasi. Adapun keputusan tidak terprogram, membutuhkan pengembangan tindakan-tindakan baru yang akan memenuhi kebutuhan perusahaan. Keputusan yang dibuat dalam kondisi dengan ketidakpastian tinggi, para manajer akan mengembangkan satu atau dua solusi yang akan memuaskan dalam penangan masalah.
d. Pemilihan Alternatif yang Diharapkan
Ketika beberapa alternatif yang mungkin telah dikembangkan harus dipili salah satu. Keputusan pilihan adalah seleksi yang paling menjanjikan dari beberapa alternatif tindakan. Alternatif terbaik menyediakan solusi trbaik sesuai dengan sasaran menyeluruh dan nilai-nilai organisasi, serta dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan penggunaan sumber daya seminimal mungkin. Manajer berusaha memilih pilihan dengn tingkat risiko dan ketidakpastian paling sedikit karena sejumlah risiko melekat pada keputusan-keputusan terprogram, para manajer berusaha untuk memperkirakan prosepek keberhasilannya.
e. Implementasi alternatif yang dipilih
Termasuk dalam implementasi (implementation) adalah penggunaan kemampuan manajerial, administratif, dan persuasif untuk meyakinkan alternatif yang dipilih dapat dikerjakan. Hal ini serupa dengan ide implementasi strategis. Keberhasilan puncak dari alternatif yang dipilih tergantung pada apakah alternatif tersebu dapat diterjemahkan menjadi tindakan. Kadang-kadang sebuah alternatif tidak akan pernah menjadi kenyataan karena manajer kekurangan sumber daya atau energi yang diperlukan untuk membuat segala sesuatunya terjadi. Implementasi mungkin membutuhkan diskusi dengan orang-orang yang terkena dampak oleh keputusan tersebut. Komunikasi, motivasi, dan ketrampilan kepemimpinan harus digunakan untuk mengetahui bahwa keputusan yang diambil dan dilaksanakan.
f. Evalusi dan Umpan Balik
Dalam tahap evaluasi (evaluation stage) pada proses keputusan, pembuat keputusan mengumpulkan informasi yang dapat memberitahukan mereka seberapa baik iplementasi strategi dan apakah hal tersebut dapt digunakan secara efektif untuk meraih sasaran.
6. Kendala-kendala dalam pembuatan keputusan
a. Perumusan Masalah, kendala di dalamnya yaitu:
• Menyelesaikan masalah menurut penyelesaian yang ingin diusulkan,
• Merumuskan secara sempit dan menuju tujuan yang lebih rendah,
• Mendiagnosis masalah berdasarkan gejala yang terlihat.
b. Identifikasi/pengembangan alternatif, terdapat masalah yaitu memperdebatkan alternatif yang diusulkan pertama untuk mengurangi kesempatan mendapatka alternatif yang terbaik dan ketundukan kelompok oleh pendapat yang dominan. Untuk menghindarinya yaitu dengan merangsang anggota kelompok untuk memberi dan mengevaluasi informasi, teknik menghimpun pendapat dari suatu panel yang besar dari para ahli.
7. Penentuan alternatif terbaik dan kriteria evaluasi alternatif.
a. Macam situasi dalam penentuan alternatif yaitu:
• Situasi pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat dan harus memilih alternatif yang terlalu nbanyak perbedaannya.
• Situasi terdapat sejumlah alternatif (multiple alternative situation) dan kwalitas keputusan sangat penting
• Dalam situasi tidk ada alternatif penyelesaian yang diidentifikasi, sehingga diperlukan penyelesaian tertentu (adisigned-solutio situation). Diperlukn looping back (penyelesaian masalah langkah sebelumnya.
b. Kriteria Evaluasi alternatif
• Mencermati semua alternatif yang diidentifikasi.
• Memperhitungkan tujuan yang akan dicapai dan nilai yang melekat padanya.
• Mempertimbangkan biaya manfaat setiap alternatif.
• Mencari informasi baru yang relevan dan pertimbangan dari pakar untuk evaluasi alternatif lebih lanjut.
• Perhitungan pengaruh positif dan negatif setiap alternatif
• Menyusun rincian untuk mempersiapkan tahap pelaksanaan, terutama terhadap kemungkinan, keadaan yang tidak dapat diperkirakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua pembahasan makalah diatas dapat diambil kesimpulan diantaranya yaitu:
1. Evaluasi dalam kegiatan kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting. Mengevaluasi secara sederhan berarti menguji/memperkirakan nilai dari. Istilah ini sering dipakai tidak tepat dengan arti “memeriksa” atau “mengukur” atau “menilai”.
2. Pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang penting karena apabila dapat mengambil keputusan dengan baik maka produktifitas, efisiensi kerja meningkat maka dengan demikian tujuan organisasi akan tercapai.
3. Keputusan (decision) adalah pilihan yang dibuat dari beberapa alternatif yang tersedia. Banyak orang berasumsi bahwa pembuatan pilihan adalah bagian terbesar dalam pengambilan keputusan, tetapi sebenarnya hanya merupakan salah satu bagiannya. Pengambilan keputusan (decision making) adalah proses identifikasi masalah dan kesempatan dan kemudian memecahkannya. Pengambilan keputusan melibatkan usaha baik sebelum maupun sesudah pilihan aktual.
B. Saran
Sebaiknya di dalam suatu manajemen pelayanan kesehatan diterapkan suatu evaluasi yang sesuai untuk menilai kinerja organisai dan diterapkan pula suatu proses atau sistem pengambilan keputusan pelayanan kesehatan agar suatu manajemen dapat berjaklan dengan baik dan tercapai tujuan manajemen tersebut
DAFTAR PUSTAKA
L. Daft, Richard. 2001. Manajemen Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
McMahon, Rosemari, dkk. 1999. Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: EGC
L. Daft, Richard. 2008. Management. Jakarta: Salemba Empat.
http://www.manajemen-pelayanankesehatan.net/pelatihan/dinkes/112-pendahuluan.html/diakses tanggal 21 April 2011
http://wakhinuddin.wordpress.com/2009/07/14/definisi-evaluasi/diakses tanggal 21 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar